German
English
Turkish
French
Italian
Spanish
Russian
Indonesian
Urdu
Arabic
Persian

Gereja

I. Muslim Bertanya

 

  • Apa persamaan dan perbedaan antara Ummah (Komunitas Muslim sedunia) dan Gereja?
  • Apa saja perbedaan mendasar antara kelompok-kelompok Kristiani dan Gereja?
  • Apakah ada upaya menuju persatuan umat Kristiani?
  • Bagaimana proses menjadi anggota Gereja? Apa artinya pembaptisan?
  • Bagaimana struktur Gereja? Apakah ada kemiripan dengan struktur kepemimpinan komunitas Masjid?
  • Apakah peranan Sri Paus dalam Gereja Katolik, dan bagaimana bisa memahami infalibilitas Sri Paus (ketidakbersalahan/infalibilitas ma’sūm: bebas dari dosa-dosa), dan bagaimana memahami ajaran resmi (dogma) Gereja dan negara Vatikan?

 

II. Pandangan Islam

 

Secara umum

 

1. Umat Islam memahami dirinya sebagai anggota Ummah, yakni Komunitas Muslim seluruh dunia, di mana semua adalah sama di hadapan Allah. Di sini tidak terdapat sebuah hirarki, tidak ada otoritas ajaran resmi seperti dogma dalam Gereja Katolik, tidak ada imamat dan tidak ada klerus. Setiap pribadi berhubungan secara langsung dengan Allah tanpa pengantara.

 

2. Dalam alam sadar umat Islam, kesatuan Ummah berada di atas berbagai kelompok dalam Islam (misalnya Sunni dan Shia). Kesatuan Ummah juga berada di atas keterpisahan karena negara-negara yang berbeda-beda, kadang-kadang kelompok ini saling bermusuhan bahkan berperang. Orang-orang Kristiani juga dalam kenyataannya terbagi-bagi dalam kelompok-kelompok yang berbeda-beda.

 

3. Umat Islam sadar, bahwa penafsiran al-Qur’ān dan tradisi pada dasarnya adalah tanggungjawab setiap pribadi. Sistim idschmā (konsensus para cendikiawan) tidak ada lagi. Toh terdapat juga umat Islam yang mendambakan sebuah otoritas ajaran resmi yang menjaga dan menjamin kesatuan iman, dan mungkin bisa memungkinkan penafsiran ajaran-ajaran dalam zaman yang senantiasa berubah. Akan tetapi pada umumnya dirasa sulit untuk merealisasikan hasrat ini.

 

4. Lasimnya seorang menjadi Muslim atau Muslima karena orang itu lahir dalam sebuah keluarga Islam dan bertumbuh dalam pengaruh agama tersebut. Hal ini tidak jauh berbeda dengan agama Kristiani. Nampaknya banyak orang kurang mengenal perbedaan antara hakikat pembaptisan dalam agama Kristiani dan hakikat sunat dalam agama Islam secara jelas. Kadang-kadang umat Muslim di dunia Arab menerjemahkan kata “sunat” dengan “pembaptisan”. Selain itu ada fenomen menarik baik dalam agama Kristiani maupun agama Islam bahwa semakin banyak penganut kedua agama ini baru memeluk agamanya secara sadar atau berbalik kepada agamanya secara tahu dan mau ketika menginjak usia dewasa.

 

Secara detail

 

1. Dalam Ummah, semua orang beriman (mu’minūn) baik laki-laki maupun wanita sederajad di mata Allah seperti “kedua punuk unta” (Hadïth). “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” (Surat 49,13). Setiap Muslim berpaling kepada Allah tanpa perantara, walaupun sebagian besar umat Muslim mengandalkan doa-doa dari orang-orang kudus. Adalah sebuah kepercayaan yang berkembang luas bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pendoa yang hidup bagi umat Muslim di hadapan takhta Allah. Kaum Wahhābit(19), sambil merujuk pada berbagai ayat al-Qur’ān, berargumentasi bahwa fungsi perantara Nabi ini hanya berlaku pada Hari Penghakiman dan terjadi seijin Allah (lih. Surat 2,256; 20,109 dan masih banyak lainnya).

 

2. Ummah adalah persekutuan semua kaum beriman: “Sesungguhnya orang-orang Mu’min adalah bersaudara…” (Surat 49,10). Kalifat (di masa lalu) dan pemimpin negara (zaman kini) memiliki kewajiban untuk menjaga persatuan antar anggota Ummah dan mengupayakan penerapan hukum-hukum Islam. Akan tetapi kedua instansi di atas sebenarnya tidak banyak berurusan dengan penentuan dan interpretasi iman dan hukum.

 

3. Ketentuan-ketentuan tentang apa yang dipercaya dan apa yang harus dilakukan terletak dalam tangan para cendikiawan agama Islam,’Ulamā, yakni mereka yang menguasai ilmu-ilmu agama dan fuquhā, yakni mereka yang menguasai ilmu-ilmu hukum (fiqh). Dengan demikian diyakini bahwa Ummah tidak akan keliru dalam soal-soal ilmu agama dan hukum (“Kommunitasku tidak akan pernah sependapat tentang hal-hal yang salah”, kata sebuah Hadïth). Akan tetapi dalam kenyataannya ha lini tidak mudah. Dalam negara-negara tertentu seorang Mufti agung atau sebuah kelompok para Mufti (dār al-iftā) bertanggungjawab atas interpretasi hukum-hukum agama melalui penetapan dan pengeluaran fatwa. Seorang Muslim bisa juga berkonsultasi pada orang-orang bijak dan/atau para pemimpin rohani yang dipercayai (’Ulama dan Sheikh Sufi).

 

4. Peranan Imām adalah memimpin sholat (salāt) dan berkotbah (khutba). Di negara-negara tertentu, Imām atau pengkotbah adalah seorang petugas resmi yang dibayar oleh pemerintah. Ketika dia berhalangan, peranannya bisa diambil-alih oleh seorang lain yang memiliki kompetensi serupa. Imām dalam agama Islam tidak sama dengan Pastor, Imam atau Romo dalam Gereja Katolik. Dalam agama Islam tidak terdapat istilah Klerus. Pada umumnya hanya terdapat Alim-ulama yang menggeluti ilmu-ilmu agama.

 

5. Dalam agama Islam terdapat beberapa aliran yang masing-masingnya mengklaim diri sebagai jalan yang benar. Sebagian Muslim berpendapat bahwa perpecahan antara aliran Sunni dan Shia, juga termasuk sejumlah aliran kecil lainnya, merupakan sesuatu yang berkaitan dengan separa dan setiap aliran menampilkan aspek-aspek yang berbeda dalam Islam yang pada tempat pertama berakar dalam al-Qur’ān.

 

6. Menurut pandangan Islam, agama Kristiani terpecah, termasuk dalam pemahaman tentang ajaran akan hakikat dan arti Yesus Kristus. Kalau al-Qur’ān berbicara tentang Yesus atau orang-orang Kristiani, biasanya disertai dengan kalimat berikut: “Maka berselisihlah golongan-golongan (yang ada) di antara mereka (yaitu: orang-orang yahudi dan Nasrani atau antara sesama Yahudi atau sesama Nasrani). Maka kecelakaanlah bagi orang-orang kafir pada waktu menyaksikan hari yang besar” (Surat 19,37; bdk. 2,113. 145; 5,14). Umat Muslim di Eropa umumnya suka berpikir dan berbicara tentang perpecahan antara agama Katolik dan Protestan.

 

III. Pandangan Kristiani

 

1. Dari sisi Katolik/Protestan(20)

 

1. Kata „Gereja“ dalam pemahaman Kristiani memiliki banyak arti. Pertama-tama, Gereja merupakan perkumpulan orang-orang yang percaya bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah dan Penebus, dan mengikrarkannya dalam pembaptisan. Orang-orang yang percaya dan dibaptis ini dihimpunkan dalam berbagai Gereja dan persekutuan iman.

 

2. Seseorang tidak begitu saja menjadi Kristiani oleh karena kelahiran, melainkan oleh karena iman dan pembaptisan.(21) Orang yang dibaptis itu diterima dalam kematian dan kebangkitan Yesus (Rom 6) dan sekaligus menjadi anggota Gereja.

 

3. Gereja terus menerus berupaya untuk tetap setia terhadap Sabda Allah yang tertera dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru, dan berusaha untuk memahami pesan Sabda Allah ini dalam setiap konteks zaman yang berubah-ubah. Upaya pemahaman yang tidak pernah putus ini dilakukan dalam ruang lingkup persekutuan Gereja dengan bantuan Roh Kudus seperti yang telah dijanjikan Yesus kepada para murid-Nya.

 

1.1 Kekhasan Gereja Protestan

 

Gereja hadir di sana ketika Sabda Allah diwartakan tanpa kepalsuan dan Sakramen Permandian serta Perayaan Pemecahan Roti dilestarikan.(22) Gereja membangun diri di atas jemaat-jemaat dan dihimpunkan secara synodal. Para pemimpin seperti Pastor, baik pria maupun wanita sampai kepada para Uskup, juga baik yang pria maupun wanita(23) mempertanggungjawabkan segala sesuatu kepada persekutuan synodal(24) yang terdiri dari para petugas jemaat dan kaum awam terpilih. Semua pemimpin Gereja, baik pria maupun wanita, baik menikah atau tidak, semuanya dihargai. Mereka menjalankan tugas dan fungsi masing-masing yang dipercayakan kepada mereka untuk mengikat dan mempererat tali persaudaraan dan persatuan Gereja.

 

1.2 Kekhususan Gereja Katolik

 

Gereja pada hakikatnya adalah umat Allah, dalamnya semua orang memiliki harkat dan martabat yang sama oleh karena pembaptisan. Tugas dan fungsi yang diemban dalam Gereja semata-mata untuk melayani persekutuan umat Allah. Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Lumen Gentium sengaja berbicara tentang sebuah persekutuan hirarkis (“communio hierarchia”).(25) Gereja sendiri bukan merupakan sebuah hirarki melainkan persekutuan umat Kristiani. Hirarki ada untuk melayani persekutuan umat tersebut.

 

Kalau orang mau memahami secara benar ajaran Gereja tentang infalibilitas (ketidakbersalahan) Paus dan para Uskup, pertama-tama harus diperhatikan bahwa Sabda Allah yang disampaikan dalam Yesus pada dasarnya tidak bercacat; artinya harus tanpa keraguan (diyakini kebenarannya) dan harus dipercaya. Yesus mewartakan dan bersaksi tentang Kebenaran Allah (bdk. Yoh. 18,37). Kebenaran ini dipahami oleh Gereja melalui campur tangan Roh Kudus dan diterima dalam iman. Roh Kudus yang adalah Roh Kebenaran, menuntun para murid Yesus ke dalam segenap kebenaran (Yoh. 16,13). Dalam iman Gereja yang digerakan oleh Roh Kudus ini, hadir Kebenaran Allah yang tiada bercacat. Oleh sebab itu Konsili Vatikan II mengatakan: “Seluruh umat beriman yang sudah menerima urapan Roh (bdk. 1Yoh. 2,20 dan 27) tidak bisa sesat dalam iman (LG 12).

 

Infalibilitas diakui ketika seluruh umat beriman “setuju terhadap sebuah ajaran iman atau tradisi” (LG 12). Infalibilitas dalam iman pada pihak Gereja terkonkretisasi dan terlaksana dalam persatuan para Uskup sebagai pengikut-pengikut para Rasul (terutama dalam sebuah Konsili Ekumene) dan dalam jabatan mereka sebagai pengikut Rasul Petrus untuk menjaga dan mempertahankan persatuan dalam Gereja (jabatan Paus).

 

Infalibilitas Paus tidak dimaksudkan secara pribadi. Juga tidak semua kata dan ucapannya selalu dinyatakan sebagai tidak bersalah. Yang dikategorikan sebagai tidak bersalah adalah semua ajaran dan keputusan Paus yang dikelurakan secara “ex cathedra”, artinya dalam status jabatannya sebagai “Gembala Tertinggi dan Guru dari semua umat Katolik sedunia. Yang dimaksudkan di sini adalah semua ajaran iman dan dogma yang disampaikan secara resmi dan final (LG 25 dan rujukan pada Konsili Vatikan I).(26) Paus dan persekutuan para Uskup tidak bisa mengklaim segala sesuatu sebagai tidak bersalah, tetapi apa yang dideklarasikan sebagai tidak bersalah harus juga merujuk kepada iman yang diserahkan kepada Gereja sejagat dan diwariskan secara turun temurun dalam Gereja sejagat pula. Oleh sebab itu dalam mengambil keputusan untuk dijadikan sebuah ajaran atau dogma, Paus dan para Uskup harus juga berbasis pada kesaksian iman di dalam Kitab Suci, dalam tradisi Gereja dan dalam kesadaran iman yang hidup dari seluruh umat Kristiani (“sensus fidei”, LG 12).

 

Sebaliknya untuk persekutuan umat beriman dituntut kesetiaan dan kesungguhan dalam beriman dan dalam mewartakan iman mereka. Kesetiaan dan kesungguhan ini memiliki penekanan lebih pada mereka yang ditugaskan secara khusus untuk pewartaan. Jabatan dalam Gereja sesungguhnya berakar dalam pengutusan para Rasul. Dalam hubungan dengan jabatan Sri Paus sebagai pewaris jabatan Santo Petrus, tugas pengutusannya berakar dalam pengutusan yang disampaikan Yesus sendiri kepada Petrus (bdk. Mat. 16,18; Luk. 22,32; Yoh. 21,15-17).

 

Prinsip universalitas di dalam Gereja Katolik tidak mengenal perbedaan status Gereja-gereja lokal. Semua berada pada tingkat yang sama. Persekutuan Gereja lokal disebut Dioses atau Keuskupan. Sebuah Dioses terdiri dari Paroki-paroki. Setiap Paroki umumnya dipimpin oleh seorang Pastor Paroki(27) yang ditentukan oleh Uskup setempat.

 

Seorang Uskup bertanggungjawab terhadap Gereja lokal dan para Pastor/Romo adalah rekan-rekan kerja Uskup. Para Pastor diutus oleh Uskup agar mereka membangun kawanan kaum beriman dalam kawasan-kawasan teritorial yang disebut Paroki. Tugas utama para Pastor Paroki adalah dengan bantuan kaum awam menghimpunkan umat beriman dalam nama Tuhan Yesus, merayakan Ekaristi (Misa Kudus) bersama umat, melayani Sakramen-sakramen dan mengurus pemenuhan kebutuhan rohani (dalam bahasa Jerman disebut „Seelsorge“, artinya „Kurator Jiwa“). Kesatuan Dioses-dioses seluruh dunia membentuk Gereja universal di bawah Sri Paus di Vatikan yang sekaligus digelari „Uskup Roma“.

 

Gereja-gereja Timur, baik yang indipenden dari Sri Paus di Vatikan atau yang bersatu dengannya, memiliki pemimpin sendiri, yakni seorang Patriarka untuk setiap Gereja.

 

2. Gereja-gereja dan Persatuan Gereja

 

Sejak masa-masa awal, Gereja sudah menderita skisma (perpecahan ke dalam) dan heresi (penyimpangan dari ajaran iman yang benar). Selain alasan teologis, faktor politik dan moral juga turut memberikan andil yang besar terhadap masa-masa suram ini.(28)

 

Saat ini terdapat tiga kelompok utama agama Kristiani yang menyebar di seluruh dunia, yakni Kristen Katolik(29), Kristen Protestan dan Gereja Ortodoks(30). Beberapa abad lamanya ketiga kelompok ini kurang lebih saling bertentangan satu dengan yang lain. Kadangkala berperang senjata. Juga tidak jarang mereka saling bersaingan di wilayah-wilayah misi, sekalipun tidak terlalu nampak akibatnya. Hal ini tentu saja bertentangan dengan ajaran dan doa Yesus untuk persatuan (Yoh. 17).

 

Selama dasawarsa-dasawarsa pertama di abad ke-20, gerakan Ekumene mulai timbul untuk menggalang persatuan Gereja-gereja Kristiani. Dewan Persatuan Gereja-gereja (DPG) juga dibentuk pada tahun 1984 yang beranggotakan kebanyakan Gereja-gereja Kristiani termasuk Anglikan dan Gereja-gereja Ortodoks. Gereja Katolik yang beranggota lebih dari setengah dari keseluruhan umat Kristiani sedunia belum mau bergabung dalam Dewan ini, bahkan setelah Konsili Vatikan II. Toh Gereja Katolik selalu mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan dari Komisi-komisi terbesar dari DPG, dan bersama-sama dengan anggota-anggota lainnya terlibat aktip dalam pengambilan keputusan-keputusan seperti menyangkut Ekaristi, kaum miskin, otoritas dalam Gereja dan peranan Sri Paus. Dengan demikian jalan menuju persatuan kian terbuka. Yang terpenting di sini adalah bahwa segenap umat Kristiani saling menerima sebagai saudara dan saudari dalam Kristus, saling mendengarkan dan bekerjasama entah kapan dan di manapun.

 

IV. Kristiani Menjawab(31)

 

1. Gereja dan Ummah adalah dua persekutuan umat beriman. Keduanya meliputi juga dimensi-dimensi sosial dan duniawi. Ummah menerima pengutusan dari Nabi Muhammad untuk melanjutkan karyanya, di mana kehendak Allah boleh diterima oleh semua orang.

 

Ummah sebagai sebuah persekutuan yang menyeluruh juga mirip dengan Gereja yang adalah persatuan keimanan sekaligus representasi Kristus serta Kerajaan-Nya yang nyata. Tetapi terdapat juga perbedaan antara Gereja Katolik dan Gereja Protestan, bahwa di dalam Gereja Katolik, struktur hirarki dan ajaran Gereja (Magisterium) lebih membentuk karakter Gereja. Sedangkan di dalam Gereja Protestan, prinsip Synodal(32) lebih ditekankan sekalipun terdapat juga struktur kepemimpinan. Toh penekanan yang berbeda di dalam kedua Gereja ini tidak harus saling bertentangan.

 

2. Kepausan dan Kalifat. Pada masa lampau, Kalif adalah seorang pemimpin negara dan pemimpin duniawi. Sedangkan Sri Paus memiliki hakikat kepemimpinan rohani. Wilayah teritorial Vatikan yang sangat sempit merupakan sebuah indikasi ketidakbergantungan Vatikan dan Kuria pada sebuah kekuatan dan kekuasaan politis (Kuria adalah organ sentral Gereja Katolik). Para Duta Besar Vatikan yang diutus dan berkarya di negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Takhta Suci Vatikan, bukan merupakan para duta bangsa dalam pemahaman tata kenegaraan politis, melainkan tidak lebih dari wakil-wakil pribadi Sri Paus dalam kapasitasnya sebagai Pemimpin Spiritual.(33)

 

3. Ketidakbersalahan dalam Gereja Katolik(34) dan dalam Ummah. Pada keduanya terdapat prinsip-prinsip dasar. Artinya keduanya memiliki kebersamaan menyangkut unsur dasar. Pada dasarnya status „ketidakbersalahan“ (infalibilitas) merupakan sebuah atribut yang melekat pada sebuah Persekutuan umat. Perbedaannya terletak pada cara bagaimana aspek itu dipahami dan dijelaskan(35). Menurut Gereja Katolik, sebuah magisterium sejatinya berasal dari bimbingan Roh Kudus untuk menjamin kewibawaannya sehingga generasi-generasi selanjutnya akan tetap berpegang teguh padanya dalam semangat kesetiaan mereka kepada Injil Kristus.

 

4. Imam Katolik, Pastor Kristen ”Mainstream” baik pria maupun wanita memimpin kegiatan doa di dalam Gereja, berkotbah dan mengajar seperti seorang Imam Muslim. Dalam Gereja Kristen, baik Katolik maupun Protestan para imam atau pastor adalah orang.orang tertahbis. Seorang Imam Muslim adalah seorang yang diangkat oleh jemaat Masjid atau sebuah otoritas lainnya untuk memimpin persekutuan Muslim. Pendidikan teologi untuk seorang Imam Muslim bukan merupakan sebuah keharusan.

 

5. Permandian, Pengakuan Iman dan Sunat. Seorang menjadi Muslim biasanya karena lahir dalam keluarga Muslim atau melalui pindah agama dengan mengucapkan schahāda atau pengakuan iman kepercayaan di hadapan saksi-saksi. Seorang menjadi Kristiani atau anggota Gereja biasanya melalui permandian, dalamnya termasuk iman akan Yesus sebagai Putera Allah. Sunat yang tidak disinggung di dalam al-Qur’ān adalah sebuah sunna (artinya sebuah tradisi berbasis pada Hadïth). Untuk sebagian ahli hukum, sunat merupakan sebuah keharusan. Lagi sebagian melihatnya sebagai sebuah anjuran. Pada umumnya sunat berlaku untuk anak laki-laki, dan sebagian kecil Muslim ingin menerapkannya pada kaum wanita. Yang terakhir ini sering mendapat kritik juga dari kalangan Muslim sendiri.(36)

 

6. Persatuan dalam Gereja dan dalam Ummah. Baik Gereja maupun Ummah telah mengalami schisma dan persaingan-persaingan dalam agamanya masing-masing, bahkan kadang-kadang disertai dengan penumpahan darah. Faktor-faktor kemanusiaan di kedua belah pihak juga turut bermain. Ini berarti bahwa Gereja Katolik dan Protestan harus sama-sama mengakui kesalahan secara publik, karena kesahalan itu telah mengakibatkan schisma Gereja Timur dan Barat serta pemecahan dalam tubuh Gereja di abad ke-16 sehingga kemudian melahirkan bermacam-macam Gereja Kristen. Dengan demikian jelas bahwa Gereja Kristen menurut pemahaman Katolik bukan tidak bisa bersalah karena kedua Gereja tersebut selain memiliki karakter ilahi, juga sekaligus karakter manusiawi dan dengan demikian tidak luput dari kesalahan dan dosa. Prinsip “Gereja harus terus menerus diperbaharui”(37) juga sekaligus mendapat tantangan akan tinjauan baru di dalam tubuh Gereja, toh ini hendaknya tidak disalahpaham sebagai alasan untuk pemecahan. Seperti umat Muslim memandang sesama umat Muslim dari berbagai macam aliran di dalam agamanya sebagai saudara dan saudari dalam iman, hendaknya umat Kristiani juga melihat sesama umat Kristiani dari berbagai Gereja dan denominasi sebagai saudara dalam Kristus yang dipanggil untuk bersatu dan bekerjasama, kapan dan di manapun, misalnya untuk penerjemahan dan tafsiran Kitab Suci, refleksi teologis dan penelitian, pengembangan spiritualitas dan kesaksian, juga menyangkut karya-karya sosial-karitatip.

_______________________________________________________________

  • (19) Para Wahhābit adalah pengikut ajaran Muhammad Ibn Abd al-Wahhab (1703-1793) yang bersikeras menolak setiap bentuk perantaraan dan pengantaraan antara Pencipta (Khalik) dan ciptaan, misalnya menentang penghormatan orang-orang kudus, pandangan Muslim Shia tentang Imam dan tendensi-tendensi monistik dari filsafat dan mistik.
  • (20) Kalau tidak terdapat keterangan lain, yang dimaksudkan dengan istilah “Katolik” adalah Katolik Roma. Yang dimaksudkan dengan “Protestan” di sini termasuk Lutheran dan Reformasi.
  • (21) Sepanjang abad-abad pertama dalam Gereja, pertama-tama dipraktekan pembaptisan orang-orang dewasa. Teks-teks Kitab Suci Perjanjian Baru tidak mengulas pembaptisan anak-anak secara jelas, bukan berarti bahwa Kitab Suci menolak pembaptisan anak-anak (bdk. Lexikon für Theologie und Kirche (LThK) Edisi 3, seri 5, hal. 1448). Praktek pembaptisan anak-anak kecil dari orangtua beragama Kristiani dilakukan berdasarkan alasan bahwa orangtua dari anak-anak tersebut bisa dengan mudah mendidik mereka dalam iman sejak dini, tetapi memberikan kemungkinan kepada mereka untuk kelak menentukan sikapnya sendiri secara sadar dan bertanggungjawab terhadap imannya dan mengikatkan dirinya dengan Gereja. Beberapa Gereja hanya melakukan pembaptisan orang-orang dewasa dan berpendapat bahwa pembaptisan anak-anak tidak sesuai dengan Injil.
  • (22) Confessio Augustana, No. 7.
  • (23) Tentang “Pendidikan” lihat catatan kaki 27.
  • (24) Untuk Jerman, strukturnya sbb: Pada persekutuan jemaat tingkat paling kecil/bawah terdapat „Gemeindekirchenrat“ (Diterjemahkan dengan Dewan Gereja). Pade level antar Gereja terdapat „Sinode Gereja-gereja“. Pada tingkat sinode-sinode terdapat „Kreiskirchenrat“ (diterjemahkan dengan Lingkaran/Perhimpunan Dewan Gereja). Pada level Gereja-gereja Propinsi terdapat Sinode Propinsi. Pada tingkat sinode-sinode Propinsi terdapat „Kirchenleitung“ (Pimpinan Gereja). Akhirnya pada level negara/nasional terdapat Sinode Gereja ”Mainstream” Jerman yang dikenal dengan nama „Synode der Evangelischen Kirche in Deutschland“ bersama Dewannya.
  • (25) Lumen Gentium (LG) no. 21: „In communione hierarchia“, bdk. juga no. 8 dan no. 10.
  • (26) Sering kata bahasa Arab ma’sum dan ’isma diterjemahkan dengan „tidak bersalah“ atau „ketidakbersalahan“. Sebenarnya kedua kata ini lebih berarti “melindungi sesuatu atau seseorang dari” dan ditujukan kepada “perlindungan dari dosa”. Hal ini berkaitan dengan Nabi. Dalam pemahaman Islam Shia, yang dimaksudkan di sini adalah Imam. Jadi kedua istilah di atas sebenarnya lebih mengandung arti “bebas dari dosa” dan kurang berkaitan dengan “ketidakbersalahan”.
  • (27) Sebelum seorang menjadi Pastor/Romo, dia terlebih dahulu melewati sebuah proses pendidikan dan pembentukan baik secara teologis maupun secara rohani di dalam Seminari. Setelah ditahbiskan menjadi Pastor/Romo oleh Uskup, lazimnya dia diutus untuk bekerja di sebuah Paroki. Dalam Gereja Katolik Roma, para Pastor/Romo berstatus bujang. Tetapi di Gereja-gereja Timur, terdapat banyak Pastor yang menikah. Juga dalam Gereja Ortodoks para Pastor bisa menikah dan mempunyai anak. Dalam Gereja Katolik Roma, sudah ditetapkan sebagai aturan sejak abad ke-7 bahwa para Pastor/Romo tidak boleh menikah. Tetapi terdapat kemungkinan bahwa peraturan ini bisa berubah, karena tidak semua Pastor/Romo adalah orang biara. Di kalangan para Pastor/Romo terdapat Pastor/Romo Diosesan (Projo) dan Biarawan. Para Biarawan/wati adalah orang terpanggil untuk menyerahkan diri secara khusus kepada Tuhan lewat cara yang khusus pula, yakni melalui pengikraran kaul-kaul kebiaraan (Kemiskinan, Kemurnian dan Ketaatan). Para Biarawan/wati memiliki kharisma-kharisma khusus yang direalisasi lewat karya-karya apostolik di berbagai bidang. Mereka hidup di dalam komunitas-komunitas atau Biara-biara. Dalam ruang Keuskupan, mereka juga berada di bawah otoritas Uskup. Dalam Gereja-gereja Protestan, para Pastor, baik laki-laki maupun wanita, juga sudah melewati proses pendidikan teologi. Pengutusan mereka didahului juga oleh sebuah ritus tahbisan. Para petugas lain dalam Gereja adalah Diakon, Organis, Guru-guru Agama dan pekerja-pekerja sosial.
  • (28) Pada abad ke-4 Konsili Nicea (325) menghukum Arius dan aliran Arianisme yang mengatakan bahwa Putera Allah adalah sebuah ciptaan. Pandangan ini masih diyakini zaman kini oleh kaum Unitarian yang menyandarkan iman ini pada Trinitas. Pada abad ke-5 Konsili Efesus (431) menghukum aliran Nestorianisme yang berpandangan bahwa dalam Yesus Kristus terdapat dua pribadi. Beberapa kelompok Nestorian luput dari hukuman dan hidup di Irak dan Iran di bawah nama Assyrian. Kebanyakan dari mereka kembali kepada Gereja Katolik. Saat ini mereka menamakan diri Katolik Chaldean. Juga di abad yang sama Konsili Chalsedon (451) mengutuk Eutyches dan kaum Monophyst yang hanya menerima atribut keilahian Kristus. Paham Monophytisme saat ini diwakili oleh Gereja Koptik di Mesir dan saudarinya Gereja di Etiopia, juga oleh penganut Yakobit di Syria yang disebut “Syrianer”. Orang-orang Katolik di Syria dan Mesir yang menolak paham Monophytisme dan menerima rumusan iman dari Konsili Chalcedon serta menyatakan kesetiaannya kepada Kaisar Konstantinopel, dinamakan orang-orang Katolik Melkit (kata Melkit berasal dari kata Syria “ malkāyā” yang berarti orang-orang dari Kaisar) Saat ini nama Melkit dikenakan kepada orang-orang Kristen Katolik yang mempraktekkan ritus Byzantinum dan yang menjadi anggota dari Patriarkat Antiokia, Yerusalem dan Alexandria, baik yang Ortodoks maupun yang bersatu dengan Gereja Roma. Pada abad ke-11 terjadi sebuah skisma besar antara Gereja Timur di bawah Patriarkat Konstantinopel dan Gereja Barat dibawah Sri Paus di Roma. Gereja Timur kemudian menamakan dirinya Ortodoks (Ajaran yang benar) dan Gereja Roma sebagai Katolik, yang berarti universal. Pada abad ke-16 lahir Gereja-gereja reformasi. Melalui reformator Martin Luther (1483-1546) terbentuklah Gereja Lutheran. Melalui Johannes Calvin (1509-1564) timbul Gereja Calvin atau Gereja Reformasi. Di Inggris Heinrich VIII mendirikan Gereja Anglikan pada tahun 1531.
  • (29) Kata “Katolik” berarti luas, lebih luas dari lingkungan wilayah Gereja Katolik Roma.
  • (30) Selain itu dalam setiap Gereja Timur terdapat kelompok-kelompok yang bersatu kembali dengan Gereja Katolik (unitate). Akhirnya terdapat Melkit Ortodoks dan Katolik seperti juga halnya orang-orang Syria Ortodoks dan Katolik. Hal yang sama terjadi juga dengan Koptik, Nestorian, Armenian. Sedangkan semua anggota Maronite adalah Katolik.
  • (31) Pertanyaan-pertanyaan yang ditampilkan di bawah point I sudah dibahas juga di bawah point III.
  • (32) Lihat catatan no. 24
  • (33) Tentang “kekayaan” (orang langsung berpikir tentang harta benda di dalam Museum Vatikan) dan “kekuasaan“ Vatikan terdapat berbagai macam legenda. Sebagian kekayaan itu berasal dari zaman di mana Sri Paus masih memiliki kekuasaan politik. Saat ini, untuk menjaga dan merawat Vatikan serta membantu orang-orang miskin di seluruh dunia, Vatikan sendiri harus mendapat bantuan dari Gereja-gereja lokal.
  • (34) Dalam Gereja Protestan kata “ ketidakbersalahan“ (infalibilitas) dikenakan untuk Sabda Allah. Keputusan-keputusan Sinode atau pimpinan Gereja pada dasarnya bersifat mengikat tetapi dalam situasi-situasi tertentu bersifat relatif.
  • (35) Tentang sistem ”idschmā’”dan pertanyaan tentang infalibilitas dalam Ummah.
  • (36) Menurut sebuah tradisi (Hadïth), sunat adalah sebuah keharusan untuk anak laki-laki. Untuk anak-anak perempuan sunat merupakan sebuah hal baik. Menurut sebuah tradisi lain sunat perempuan bukan merupakan sebuah keharusan. Sunat perempuan hingga hari ini masih diajarkan oleh sebagian ahli hukum Islam sebagai sesuatu yang sesuai dengan Shariah. Bdk. Hadïth Ibn Hambal no. 19794; Abu Dawūt no. 4587; Ibn Mādscha no. 600 dan At-Tirmidhï no.101. Sunat perempuan bukan saja dilakukan dikalangan Islam tetapi juga di beberapa suku di Negara-negara Afrika karena dianggap mendatangkan berkat. Dewasa ini penyunatan perempuan mendapat penolakan dari berbagai kalangan di dunia dengan alasan bahwa pemotongan klitoris memiliki konsekwensi lebih serius daripada pemotongan kulup pada kelamin anak laki-laki. Sunat yang tidak didukung oleh peralatan hyegenis akan beresiko tinggi terhadap kesehatan. Di negara Jerman misalnya, sunat perempuan tetap merupakan sebuah masalah. Pelaku penyunatan akan dijerat dengan hukum.
  • (37) Dekrit Konsili Vatiakan II tentang Ekumene no. 6 menekankan prinsip Gereja Katolik ”ecclesia semper reformanda”(Gereja harus selalu dan senantiasa memperbaharui diri). Prinsip ini sudah merupakan tekad dasar Gereja sejak dulu dan diterapkan secara besar-besaran oleh kaum Reformator hingga lahirnya Gereja-gereja Protestan.

_________________________________________________________

Penerjemah: Dr. Markus Solo Kewuta

Kontak

J. Prof. Dr. T. Specker,
Prof. Dr. Christian W. Troll,

Kolleg Sankt Georgen
Offenbacher Landstr. 224
D-60599 Frankfurt
Mail: fragen[ät]antwortenanmuslime.com

More about the authors?